Rabu, 13 Juni 2012

10 ATURAN MENDIDIK ANAK


Memang tidak mudah ya membesarkan anak. Begitu banyak nasihat dari kiri dan kanan yang bisa saja malah membuat ibu dan ayah bingung. Berikut ini 10 hal umum yang bisa Anda terapkan dalam mendidik buah hati.
  1. Komunikasi
Jadilah pendengar yang efektif agar anak tak menghindar karena menganggap Anda sebagai “penceramah”. Dorong anak-anak agar terbuka orangtua layaknya sebagai teman. Untuk itu, ciptakan waktu khusus dan rutin berada bersama anak.
  1. Keterlibatan
Anda tak perlu terlalu ikut campur karena anak tetap membutuhkan kebebasan dan kesempatan untuk mengeluarkan atau mengemukakan keinginannya sendiri jika dia sudah cukup umur untuk melakukannya. Jika Anda sudah terbiasa mendidiknya atau mengarahkannya sejak dini, Anda pasti dapat mempercayai segala tindakannya dengan bijaksana.
  1. Norma & Aturan
Jika Anda percaya pada anak-anak, mereka dengan sendirinya akan berkembang menjadi orang yang baik dan peduli sesama. Semua ini tergantung dari Anda sendiri untuk membuat standar atau nilai kehidupan. Ajarkan pada anak bagaimana ia harus berperilaku dan sifat apa yang yang harus ia miliki.
  1. Sopan Santun
Anak yang tak pernah belajar sopan santun akan menjadi remaja bermasalah. Jangan pernah lelah menasihati dan mengingatkan anak agar berlaku santun, semisal selalu berkata, “Tolong, Terima kasih, Maaf”. Terus lakukan hingga kata-kata ini menempel di ingatannya dan secara otomatis akan diucapkannya. Yang tak kalah penting beri contoh yang baik. Jangan pernah lupa mengungkapkan kata-kata tadi meski pada anak sendiri.
  1. Tentukan Batas
Disiplin bukan suatu siksaan maupun hukuman. Terapkan disiplin sedini mungkin sebelum anak tumbuh tanpa aturan dan menderita dalam kehidupannya. Disiplin akan menjadikan anak percaya diri dan sukses sebagai orang dewasa. Pastikan anak tumbuh di lingkungan dengan aturan yang jelas, konsisten dan fair (adil/terbuka). Kelak, anak-anak akan menikmati dan menghargai segala usha Anda ini.
  1. Percaya Intuisi
Tak perlu ikut-ikutan atau meniru aturan keluarga lain. Oleh karena itu, didik anak agar mengerti aturan keluarga dan dia harus dapat mematuhinya. Jangan lupa pula mencoba mengenal teman-teman anak dan orangtua mereka sehingga Anda dapat cepat tanggap jika ada hal-hal yang tak diinginkan (pengaruh buruk, misalnya). Sebaliknya, mereka juga akan mengerti, apa dan bagaimana aturan, nilai serta norma yang berlaku di keluarga Anda.
  1. Beri Pujian
Anak membutuhkan dukungan dan mereka akan senang serta bangga jika Anda mengetahui dan menghargai kegiatannya. Tak perlu berlebihan memuji karena justru akan menghancurkan anak. Ibarat air, jika sedikit menjadi teman, tapi jika banyak menjadi musuh.
  1. Pertengkaran
Bertengkar dan berkelahi adalah hal normal bagi kakak-adik. Tapi bukan berarti harus dibiarkan terjadi. Lerai secepatnya. Didik anak untuk terbiasa mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata sopan. Tak perlu cari tahu siapa yang memulai lebih dulu karena mereka pasti akan saling menyalahkan. Biasanya, jika Anda tak ikut campur, mereka justru bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Nasihati anak dan bantu dia mengembangkan kemampuannya untuk dapat hidup bersama-sama, saling berbagi dan bertenggang rasa.
  1. Kekuasaan
Sebagai orangtua, tugas Anda jadi wasit atau pemegang kekuasaan tertinggi jika terjadi ketidaksepakatan di antara anak-anak. Beri anak kesempatan untuk menyumbang ide dan kritik. Jika kesepakatan tidak didapat, ibu atau ayah harus mengambil keputusan. Bila anak mengerti ini dari kecil, maka selanjutnya mereka akan menerima dan menghargai proses tersebut.
  1. Menang atau Mundur
Perhatikan perilaku dan masalah anak lalu putuskan kapan Anda harus menjatuhkan hukuman. Namun, jika Anda dapat memercayai anak untuk membuat suatu keputusan yang baik, mundurlah. Jika Anda memilih “peperangan” dengan hati-hati, maka anak akan mendengarkan dan menaati hukum yang ada saat mereka dihadapkan pada masalah besar. Sebaliknya, jika Anda selalu ikut campur dalam semua masalah anak akan antipati terhadap Anda.
Wallahu A'lam 

Minggu, 15 April 2012

Hadits Larangan Marah


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي، قَالَ : لاَ تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَاراً، قَالَ: لاَ تَغْضَبْ
[رواه البخاري]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu sesungguhnya seseorang bertanya kepada Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam : (Ya Rasulullah) nasihatilah saya. Beliau bersabda : Jangan kamu marah. Beliau menanyakan hal itu berkali-kali. Maka beliau bersabda : Jangan engkau marah.
(Riwayat Bukhori )
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
1.     Anjuran bagi setiap muslim untuk memberikan nasihat dan mengenal perbuatan-perbuatan kebajikan, menambah wawasan ilmu yang bermanfaat serta memberikan nasihat yang baik.
2.     Larangan marah.
3.     Dianjurkan untuk mengulangi pembicaraan hingga pendengar menyadari pentingnya dan kedudukannya.

Kamis, 29 Maret 2012

Khutbah Jumat : Menjaga Diri Dan Keluarga dari Api Neraka


إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيْئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُو اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَا تِهِ وَلاَ تَمُو تُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
يَآ أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مَنْ نَفْسِ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالً كَثِيْرًا وَنِسَاءَ، وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَ لُونَ بِهِ وَالأرْحَامِ, إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوا اتَّقُواْ اللهَ وَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيْدَا, يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُو بَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمَا.
أَمَّابَعْدُ: فَإِنْ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ, وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُخَدَثَا تُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحِسَانِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
Saudara-saudara seiman rahimakumullah.
Marilah kita selalu mengulangi ucapan rasa syukur kepada Allah karena nikmat-nikmat-Nya yang telah tercurahkan kepada kita semua sehingga kesehatan jasmani dan rohani masih menghiasi kita. Semoga rasa syukur yang kita panjatkan ini, menjadi kunci lebih terbukanya pintu-pintu karunia-Nya. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Jika kalian bersyukur, maka akan Kami tambahkan bagimu dan jika kamu mengingkarinya, sesungguhnya siksaanKu itu sangat pedih”. (Ibrahim: 7)
Kami peringatkan juga para jamaah dan diri ini agar senantiasa menjaga ketaqwaan, agar mengakar kuat dan kokoh di lubuk hati yang paling dalam. Sebab itulah modal yang hakiki untuk menyongsong kehidupan abadi, agar hari-hari kita nanti bahagia.
Ikhwani fiddin rahimakumullah.
Seorang muslim seyogyanya menjadikan kampung akhirat sebagai target utama yang harus diraih. Tidak meletakkan dunia dan gemerlapannya di lubuk hatinya, namun hanya berada di genggaman tangannya saja, sebagai batu loncatan untuk mencapai nikmat Jannah yang langgeng. Jadi, jangan sampai kita hanya duduk-duduk santai saja menanti perjalanan waktu, apalagi tertipu oleh ilusi dunia.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:
“Ketahuilah, bahwasanya kehidupan dunia hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.(Al-Hadid: 20)
Ibnu Katsir berkata (dengan ringkas): “Allah Subhannahu wa Ta'ala membuat permisalan dunia sebagai keindahan yang fana dan nikmat yang akan sirna. Yaitu seperti tanaman yang tersiram hujan setelah kemarau panjang, sehingga tumbuhlah tanaman-tanaman yang menakjubkan para petani, seperti ketakjuban orang kafir terhadap dunia, namun tidak lama kemudian tanaman-tanaman tersebut menguning, dan akhirnya kering dan hancur”.
Misal ini mengisyaratkan bahwa dunia akan hancur dan akhirat akan menggantikannya, lalu Allah pun memperingatkan tentangnya dan menganjurkan untuk berbuat baik. Di akhirat, hanya ada dua pilihan: tempat yang penuh dengan adzab pedih dan hunian yang sarat ampunan dan keridhaan Allah bagi hamba-Nya. Ayat ini diakhiri dengan penegasan tentang hakikat dunia yang akan menipu orang yang terkesan dan takjub padanya.
Topik utama kita kali ini menekankan pentingnya pendidikan anak yang termasuk salah satu unsur keluarga, agar dia selamat dunia dan akhirat. Anak bagi orang tua merupakan buah perkawinan yang menyenangkan. Dibalik itu, anak adalah amanat yang dibebankan atas orang tua. Tidak boleh disia-siakan dan di sepelekan. Pelaksana amanah harus menjaga dengan baik kondisi titipan agar tidak rusak. Sebab orang tua kelak akan ditanya tentang tanggung jawabnya.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang tanggungjawabnya”.(Hadits shahih, Riwayat Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi, dari Ibnu Umar)
Anak terlahir dalam keadaan fitrah. Kewajiban orang tua merawatnya agar tidak menyimpang dari jalan yang lurus, dan selamat dari api neraka. Selain itu, anak yang shalih akan menjadi modal investasi bagi kedua orang tuanya.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya dari manusia dan batu, penjaganya malaikat yang kasar, keras, lagi tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.(At-Tahrim: 6)
Ali Radhiallaahu anhu berkata dalam menafsiri ayat ini: “Didik dan ajarilah mereka”. Adh-Dhahak dan Muqatil berujar: “Wajib atas seorang Muslim untuk mendidik keluarganya seperti kerabat, budak perempuan dan budak laki-lakinya tentang perintah dan larangan Allah”.
Hadirin jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.
Maka, mulai sekarang hendaknya para orang tua sadar terhadap kewajiban mereka untuk mendidik anak-anak mereka agar menjadi hamba Allah yang taat. Memilihkan pendidikan anak yang kondusif untuk perkembangan iman dan otaknya. Bukannya membiarkan anak-anak mereka begitu saja tanpa pengawasan terhadap bacaan yang mereka gemari, apa saja yang suka mereka saksikan dan aktivitas yang mereka gandrungi. Kelalaian dalam hal ini, berarti penyia-nyiaan terhadap amanat Allah.
Ingatlah akibat yang akan menimpa kita dan keluarga kita yang tersia-siakan pendidikan agamanya! Nerakalah balasan yang pantas bagi orang-orang yang melalaikan kewajibannya. Termasuk anak kita yang malang.!!!
Sesungguhnya neraka itu terlalu dalam dasarnya untuk diukur, tiada daya dan upaya bagi mereka untuk meloloskan diri dari siksanya. Kehinaan dan kerendahanlah yang selalu menghiasi roman muka mereka. Keadaan seperti ini tak akan kunjung putus, jika tidak ada sedikitpun iman dalam dada mereka. Alangkah besarnya kerugian mereka. Begitu banyak penderitaan yang harus mereka pikul. Inilah kerugian nyata dan hakiki, ketika orang tercampakkan ke dalam lubang neraka Jahanam.
Untuk menegaskan tentang kedahsyatan siksa neraka, kami kutip firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :
“Setiap kulit mereka hangus, kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain supaya mereka merasakan adzab”. (An-Nisaa’: 56).
Dan juga sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam yang menunjukkan tentang siksaan neraka yang paling ringan, yaitu siksa yang ditimpakan atas Abu Thalib yang artinya:
Dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
“Penduduk neraka yang paling ringan adzabnya adalah Abu Thalib. Dia memakai 2 terompah dari api neraka (yang berakibat) otaknya mendidih karenanya”. (HR. Muttafaqun ‘Alaih).
Dengan penjelasan di atas, kita sudah sedikit banyak paham tentang tempat kembalinya orang yang mendurhakai Allah.
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُا اللهَ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّخِيْمَ.

Khutbah Kedua

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمْ تَسْلِمًا. أَمَّا بَعْدُ:

Dari mimbar ini kami ingatkan kembali, marilah kita mulai dengan memberikan perhatian yang besar terhadap Tarbiyatul Aulad, yaitu proses pendidikan anak kita.
Al-Qur’an telah mengulas tentang sejarah seorang ayah yang mendidik anaknya untuk mengenal kebaikan. Itulah Luqman, yang dimuliakan Allah Subhannahu wa Ta'ala dengan pencantuman perkataannya ketika mendidik keturunannya dalam Al-Qur’an. Secara luas itu termaktub dalam surat (QS. Luqman 12-19).
Dalam surat tersebut, Luqman memulai mengajari anaknya dengan penanaman kalimat tauhid yang hakikatnya memurnikan ibadah hanya untuk Allah saja, dilanjutkan dengan kewajiban berbakti dan taat kepada orang tua selama tidak menyalahi syariat. Wasiat berikutnya adalah berkaitan dengan penyemaian keyakinan tentang hari pembalasan, penjelasan kewajiban menegakkan shalat. Setelah itu amar ma’ruf dan nahi mungkar yang berperan sebagai faktor penting untuk memperbaiki umat, tak lupa beliau singgung, beserta sikap sabar dalam pelaksanaannya. Berikutnya beliau mengalihkan perhatiannya menuju adab-adab keseharian yang tinggi. Di antaranya larangan memalingkan wajah ketika berkomunikasi dengan orang lain, sebab ini berindikasi jelek, yaitu cerminan sikap takabur. Beliau juga melarang anaknya berjalan dengan congkak dan sewenang-wenang di muka bumi sebab Allah Ta'ala tidak menyukai orang-orang yang sombong. Beliau juga mengarahkan anaknya untuk berjalan dengan sedang tidak terlalu lambat ataupun terlalu cepat. Sedang nasehat yang terakhir berkaitan erat dengan perintah untuk merendahkan suara, tidak berlebih-lebihan dalam berbicara.
Demikianlah wasiat Luqman terhadap anaknya, yang sarat dengan mutiara yang sangat agung dan berfaedah bagi buah hatinya untuk meniti jalan kehidupan yang dipenuhi duri, agar bisa sampai ke akhirat dengan selamat.Cukuplah kiranya kisah tadi sebagai suri tauladan bagi para pemimpin keluarga. Memenuhi kebutuhan sandang dan pangan yang memang penting. Namun ingat, kebutuhan seorang anak terhadap ilmu dan pengetahuan lebih urgen (mendesak).
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Orang tua wajib memenuhi kebutuhan ruhani sang anak, jangan sampai gersang dari pancaran ilmu dien. Perkara ini jauh lebih penting dari sekedar pemenuhan kebutuhan jasmani karena berhubungan erat dengan keselamatannya di dunia dan akhirat. Hal itu dapat terealisir dengan pendidikan yang berkesinambungan di dalam maupun di luar rumah. Masalahnya, model pendidikan yang ada saat ini hanya menelorkan generasi-generasi yang materialistis, gila dunia. Karena itu kita harus menengok dan menggali metode-metode pendidikan yang dipakai Salafus Shalih yang ternyata telah terbukti dengan membuahkan insan-insan yang cemerlang bagi umat ini.!

إِنَّ اللهَ وَمَلآَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِي يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُواْ صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمَا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُونَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفُ رَّحِيْمٌ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَاْرحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

Selasa, 28 Februari 2012

Sepenggal Hikmah Menarik Dibalik Bahasa Arab

Teringat dengan ucapan salah seorang teman pada saat penutupan dauroh Bahasa Arab di Gresik, kurang lebih begini katanya : “ Ustaz-ustaz pengajar Bahasa Arab itu pada bohong sama kita ya. Katanya pas di awal-awal dauroh bahasa Arab itu gampang, nyatanya pas sudah mulai belajar barulah terasa kalau Bahasa Arab itu susah..” Hehe, iya juga sih, tapi pastinya mereka ngomong seperti itu ada baiknya juga kok, mungkin biar kita nggak down duluan sebelum mulai belajar.
  Ya, Bahasa Arab memang terasa sulit bagi mereka yang baru mengenalnya. Namun bagi mereka yang telah melihat, atau paling tidak telah mengetahui betapa besar faidah yang bisa didapat ketika ia mampu memahami bahasa Arab, maka kesulitan tersebut terasa amat kecil dibandingkan manfaat/keuntungan yang akan didapat. Keuntungan yang jauh lebih menggiurkan dibanding prediksi income cashflow dari seorang investment consultant yang menghitung benefit-cost ratio dari sebuah proyek bisnis yang paling potensial.
  Mengenai hal ini, cukuplah perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sebagai cambuk bagi kita:
“Bahasa Arab itu sendiri termasuk bagian dari agama, dan hukum untuk mempelajarinya adalah wajib, karena memahami al-Qur’an dan as-Sunnah hukumnya wajib, dan seseorang tidak  mungkin bisa memahami keduanya kecuali dengan Bahasa Arab, padahal suatu kewajiban apabila tidak mungkin terlaksana kecuali dengan melakukan sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu  menjadi wajib.” (Iqtidho’ Shirathil Mustaqim, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)
  Intinya, kalo kita bisa menjaga niat dan motivasi, serta istiqomah dalam belajar, insya Allah kemudahan dari Allah bakal didapat. Saya ingin berbagi beberapa contoh faidah menarik yang bisa kita dapati dengan belajar Bahasa Arab. Faidah ini saya dapat sewaktu mengikuti pelajaran singkat tentang Nahwu dari beberapa orang Ustaz di Gresik. Semoga bisa bermanfaat dalam menambah semangat kita mempelajari bahasa arab.
  • Penggunaan huruf zhorof في (Fii)
  Dalam ilmu nahwu, salah satu penggunaan في sebagai zhorof makan (kata yang menerangkan tempat) adalah untuk menunjukkan sesuatu yang dilingkupi oleh sesuatu yang lain secara menyeluruh. Sebagai contoh, bila kita katakan,    علي في الفصل, maka akan bermakna Ali berada di dalam Kelas, dan ia benar-benar dilingkupi oleh ruang kelas tersebut. Contoh lainnya, القلم في الحقيبت, bermakna pulpen tersebut diletakkan di dalam tas (ada di dalam tas tersebut), bukan di atas, di bawah, atau di sampingnya.
  Berdasar kaidah ini, apabila kita mencermati firman Allah dalam surat Al-Ashr:
انّ الا نسان لفي خسرٍ
  Makna dari في pada ayat tersebut, menunjukkan bahwa manusia benar-benar mengalami kerugian. Kerugian tersebut bukanlah kerugian biasa, tapi kerugian yang melingkupi dan menyelimuti seluruh kehidupan mereka. Kerugian pada ilmu yang mereka miliki karena tidak pernah diamalkan, Kerugian pada waktu mereka karena digunakan untuk hal yang sia-sia, kerugian pada harta mereka yang tidak diinfakkan di jalan Allah, kerugian pada anak-anak dan istri mereka karena hanya melalaikan mereka dari Allah, dan masih terlalu banyak kerugian lain sehingga tidak akan cukup disebut di sini. Maka merugilah mereka, kecuali siapa diantara mereka yang beriman, beramal sholih, serta saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.
  • Penggunaan  Huruf ‘Athof ثم (Tsumma)
ثم adalah huruf athof yang berfungsi menunjukkan kejadian dengan urutan selang waktu, yang artinya “kemudian”. Contohnya, misalkan Ahmad mati karena tertimpa penyakit menular, kemudian selang beberapa hari ‘Ali mati karena penyakit yang ditularkan Ahmad, maka dapat dikatakan              مات احمد ثم علي   (Ahmad telah mati, kemudian ‘Ali).
*afwan ya bagi yang namanya Ali sama Ahmad, hehe  :shakehand
Nah, sekarang kalau kita perhatikan keyakinan sebagian orang-orang yang  menyimpang dalam memahami sifat istiwa’ Allah dalam firman-Nya:
هوالذي خلق السماوات ولارض في ستت آيّام ثم استوى عل العرش…
 “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy..” (QS. Al-Hadid: 57)
  Mereka tidak menafsirkan kata استوى dengan ‘bersemayam’ tetapi dengan استولى  yang bermakna menguasai. Tetapi, apabila kita kembali ke kaidah penggunaan ثم di atas, yakni bahwa ثم digunakan untuk menunjukkan kejadian dengan selang waktu, maka perkataan mereka akan terbantahkan. Bila kita tafsirkan استوى dengan استولى  maka maknanya menjadi “kemudian Dia berkuasa di atas ‘Arsy..”. Nah, hal ini berkonsekuensi bahwa ada yang berkuasa sebelum Allah, dan tentu saja ini tidaklah mungkin bagi Allah. Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Qur’an dengan Bahasa Arab.
  • Penggunaan huruf jar ب (Ba)
Lafazh Basmalah yang sudah berulangkali kita dengar dan ucapkan:
بسم الله الرحمان الرحيم
  Disalahtafsirkan oleh orang-orang yang memiliki paham wihdatul wujud sebagai dalil bagi mereka, bahwasanya Allah menyatu dengan hamba-Nya di manapun hamba tersebut berada. Tafsiran mereka, ب yang ada dalam lafazh basmalah adalah bermakna للملابسة  ‘kebersamaan’. Jadi menurut mereka, jika seseorang mengatakan:
بسم الله اكلت
  Maka maknanya: Bersama Nama Allah aku makan. Padahal para ulama Ahlussunnah (Salah satunya Imam Asy-Syaukani dalam Fathul Qadir) menafsirkan bahwa makna ب di situ bukanlah kebersamaan, tapi bermakna ب ل  الاستعانة  (ba bermakna memohon pertolongan). Sebagian ulama telah menjelaskan bahwasanya lafazh basmalah digunakan untuk menunjukkan bahwa manusia dapat beramal sholih karena pertolongan dari Allah, oleh karenanya Allah memerintahkan kita membacanya ketika hendak memulai setiap perbuatan baik. Ini menjadi hikmah bagi kita, yakni jika ingin belajar bahasa Arab jangan sampai lalai dari mempelajari aqidah islam yang benar. Karena banyak diantara umat islam yang tersesat karena mereka mempelajari bahasa Arab secara dalam tanpa dibarengi akidah yang benar, seperti orang-orang Mu’tazilah yang menafsirkan agama dengan modal akal dan kedalaman ilmu bahasa arab semata.
  • Penggunaan huruf jar ك (Kaaf)
Huruf ك merupakan salah satu Huruf jar yang fungsinya memajrurkan isim di belakangnya. Huruf jar ini sering digunakan dalam Al-Qur’an, seperti dalam surat Al-Furqon: 44
..ان هم إلا كا الانعام…
Contoh penggunaannya dalam kalimat: وجهه ك القمر (wajahnya seperti rembulan). Dalam kalimat ini, ك bermakna لتشبيه (li tasybiih) ‘seperti/menyerupai’. Contoh ayat lain yang terdapat huruf jar ك adalah Surat Asy-Syura ayat 11:
ليس كمثله شيء وهو السميع البصير
Dalam ayat tersebut terkandung faidah tauhid Asma Wa Sifat yang sangat besar. Untuk mengetahuinya, Pertama kita dapat mengartikan kalimat ليس كمثله شيء   per kata.
ليس    : Tidak ada
ك        : Seperti
مثله    : Semisal Allah
شيء  : Sesuatu pun
شيء di situ berfungsi sebagai taukid ‘penekanan’. Maka dalam ayat ini kita jumpai taukid yang berganda. Taukid pertama pada lafazh كمثله , taukid kedua pada tambahan شيء . Singkatnya bila kita artikan menjadi: “ Tidak ada sesuatu pun yang seperti semisal Allah”. Berarti, apabila yang seperti yang semisal dengan Allah saja tidak ada, maka yang semisal dengan Allah lebih tidak ada lagi, bukankah begitu? Mungkin dalam bahasa Indonesia terdengar agak aneh, tapi itulah indahnya bahasa arab. Kalau kita jumpai dalam terjemahan mungkin hanya tertulis “ Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia (Allah)”, tapi dengan mengetahui kandungan bahasa arabnya ternyata maknanya lebih dalam dari itu.
Maha Suci Allah dari apa yang orang-orang musyrik persekutukan.
  Inilah segelintir faidah yang dapat saya –yang masih sangat pemula– sampaikan di sini. Tentunya masih banyak sekali faidah-faidah lain yang akan kita dapatkan ketika mempelajari bahasa arab. Apabila terdapat kesalahan mohon diri ini dikoreksi dan diberi nasihat. Semoga bisa bermanfaat bagi teman-teman.
Penulis: akh Satrio Wicaksono
Sumber: Mukhtarot Qowa’idil Lughotil ‘Arobiyyah, Menyelami Samudera Basmalah, Beberapa Faidah dari Ustadz Zainuddin.